Langsung ke konten utama

Keislaman Deddy Corbuzier Menuai Polemik: Ada yang Terusik?



Alhamdulillah! Saudara muslim kita bertambah lagi. Baru-baru ini Indonesia digemparkan dengan sebuah berita seorang publik figur ternama yang menyatakan keislamannya. Beliau mengaku bahwa alasan atas keputusannya itu bukan hanya sekedar ingin menikahi seorang wanita tapi karena ajaran Islam yang beliau pelajari menggetarkan hatinya, Deddy Corbuzier.


Beberapa hari sebelum bersyahadat, Deddy membuat video yang berdurasi satu menit. Di dalam videonya beliau merencanakan untuk prosesi mualafnya itu disiarkan langsung di stasiun televisi pada tanggal 21 juni 2019. Beliau bermaksud agar momen keharuan ini bisa dirasakan pula oleh khalayak. Tak lama dari berita itu tersebar, tiba-tiba muncul berita yang bertentangan. Berita itu menyatakan larangan KPI untuk menyiarkan proses mualaf di TV. Katanya itu menyalahi peraturan perundang-undangan penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 6 serta standar program siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 6 Ayat (1) dan Pasal 7 huruf c dan d. KPI menilai program siaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan. Muatan tersebut juga dinilai KPI berpotensi menyinggung atau merendahkan perbedaan keyakinan antar umat beragama.


Memangnya apa yang salah dari prosesi mualaf jika disiarkan di TV? Apa itu dinilai tidak menghormati perbedaan agamakah? Sebelah mananya? Ternyata kebingungan itupun dirasakan oleh wakil sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain alias Tengku Zul. Melalui akun jejaring sosial Twitter @ustadtengkuzul, Tengku Zul mempertanyakan alasan KPI melarang Deddy Corbuzier mengucapkan dua kalimat syahadat di sebuah acara televisi. Tengku Zul juga mempertanyakan kepada KPI terkait efek negatif proses mualaf tersebut sehingga dilarang untuk disiarkan. Dia juga menyinggung undang-undang yang menjadi acuan KPI ketika melarang proses mualaf tersebut.


"Maaf jika benar kabar yang saya terima, bahwa KPI melarang Deddy Corbuzier mengucapkan syahadat di acara TV, saya ingin bertanya pada @KPI_Pusat, apa efek negatif yang merusak dari tindakan itu sehingga DILARANG? UUD atau UU apa yang dilanggar? Tolong jawaban biar publik tahu," cuit Tengku Zul seperti dikutip SUARA.com, Kamis (20/6/2019).


Disatu sisi kita sangat mensyukuri tentang kabar keislaman Deddy Corbuzier. Disisi lain kita bisa menilik sesuatu dari peristiwa tersebut. UU yang mendasari keputusan KPI sehingga melarang prosesi tersebut disiarkan adalah bukti sekulerisme hari ini. Konten perpindahan agama dianggap konten yang sensitif dan menyinggung sara. Ini benar-benar membuktikan bahwa sistem yang melahirkan UU sehingga menganggap seseorang yang mendapat hidayah dan disiarkan itu sara adalah sekulerisme.


Jelas ini membuktikan bahwa hokum di Indonesia bukanlah lahir dari pilar-pilar keislaman bahkan jauh dan bertentangan dengan islam. Seperti kita tahu bahwa sistem hari ini menaruh kedaulatan tertinggi di tangan rakyat sedangkan kedaulatan tertinggi dalam islam adalah hokum syara.


Perlu diperhatikan disini adalah, perpindahan agama seseorang bukanlah sekedar status, yang tadinya tidak shalat kemudian menjadi shalat. Semakin banyak muslim maka perubahan besar semakin didepan mata. Ketika seorang muslim mengakui bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Alllah, maka seseorang itu pun rela untuk mau diatur sepenuhnya dengan aturan Allah. Jadi, jika populasi muslim terus bertambah perubahan besar semakin dekat. Mengapa?


Islam memiliki seperangkat aturan yang begitu lengkap dari bangun tidur hingga bangun negara, dan hari ini, tidak seluruhnya aturan islam itu digunakan. Ketika populasi muslim semakin banyak dan pemahaman islam semakin digencarkan, tokoh-tokoh terkenal ikut menyoroti hal itu, akan ada perubahan besar. Dan hal ini ternyata mengusik mereka yang memiliki kepentingan dan takut kekuasaannya terganti oleh islam. Kebijakan-kebijakan yang mengherankan seperti putusan KPI pun bermunculan.


Perlu diperhatikan pula, memberikan pemahaman islam kepada seorang mualaf agar selalu istoqamah dalam keislamannya adalah peran negara, seharusnya. Akan tetapi sekulerisme hari ini membuat hal tersebut tidak berlaku. Karena pemahaman liberalis tentang 4 kebebasan terus diincarkan dan membuat seolah urusan agama adalah urusan masing-masing tanpa negara ikut campur tangan. Berbeda dengan islam ketika tegak sepenuhnya, pasti akan memerhatikan aqidah dari setiap masing-masing individu tanpa adanya paksaan. Memastikan agar setiap individu muslim berislam secara kaffah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Sekedar Fenomena Alam

Pada pekan kedua Agustus tahun 2018 ini, kekeringan terus melanda di sejumlah wilayah di Indonesia. Sejumlah daerah telah mengalami hari tanpa hujan ekstrem atau lebih dari 60 hari sehingga daerah-daerah tersebut perlu mewaspadai terjadinya kekeringan. Di Jawa Timur, ada 442 desa yang mengalami kekeringan. Di antara desa yang mengalami kekeringan itu, 199 desa di antaranya mengalami kekeringan kritis yang berarti tidak ada potensi air. (https://beritagar.id/artikel/berita/kekeringan-ekstrem-di-sejumlah-wilayah-indonesia). Hal ini sebenarnya bisa menjadi bahan bermawas diri untuk para kaum muslimin. Bukankah Allah berfirman dalam surat ar-rum ayat 41: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Kekeringan yang terjadi pada bulan Agustus sebenarnya bukan hanya sekedar fenomena alam. Adanya ketidak teraturan dalam pen...

Indonesia dengan Hipokrit Demokrasi: Pembungkaman Mahasiswa

Indonesia diramaikan dengan demonstrasi beberapa minggu ini, dimulai sejak 6 Oktober 2020 oleh mahasiswa dan menyusul gelombang selanjutnya oleh para buruh, pelajar STM, dan kalangan masyarakat lainnya untuk melawan serta menunjukkan ketidaksetujuan atas pengesahan UU Omnibus Law. Pengesahan yang dilakukan secara terburu-buru dan mengendap-endap oleh DPR serta tidak adanya keberpihakan terhadap rakyat menimbulkan banyak tanya. Dilansir dari vivo.co.id bahwa total kurang lebih 6 ribu massa turun ke jalan. Namun terdapat respon miring berupa dugaan bahwa ada dalang dibalik demonstrasi. Diduga massa yang turun ke jalan telah disponsori oleh beberapa oknum (detikfinance.com).  Dugaan tersebut ternyata didukung kuat oleh beberapa pihak salah satunya oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian, beliau mengatakan, "Sebetulnya pemerintah tahu siapa behind demo itu. Kita tahu siapa yang menggerakkan, kita tahu siapa sponsornya. Kita tahu siapa yang membiayainya,"(detikfinance.com). ...

Utopis Memberantas Korupsi dengan Demokrasi

Bulan Juli ini kita dikejutkan dengan sebuah berita yang sebenarnya sudah dari lama hal itu ada. Yaitu tentang kemewahan lapas bagi para koruptor juga narapidana lainnya. Fasilitas-fasilitas mewah ditemukan di kamar lapas. Dilansir dari Liputan6 Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengaku kecewa terkait adanya fasilitas mewah di dalam Lapas yang mayoritas berisi narapidana korupsi tersebut. Padahal, kata Saut, KPK telah bersusah payah untuk membuktikan perbuatan para terpidana korupsi hingga akhirnya divonis bersalah oleh pengadilan. Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menilai, pemerintah harus segera membenahi sistem lembaga pemasyarakatan (lapas), terutama lapas kasus korupsi."Bagaimana koruptor bisa jera dan tidak mengulangi perbuatannya kalau fasilitas yang mereka peroleh di lapas masih dalam tanda kutip istimewa dibandingkan napi lain?" kata Almas di Jakarta, Minggu (29/7/2018). Menurut Almas, terbongkarnya kasus fasilitas ...